Lihatlah pacuan
kuda di NTT. Tak ada kesan takut
sedikitpun bagi seorang anak yang masih bau kencur, ia masih dibangku SD, nampak percaya diri menjadi
joki balapan kuda .
Kepalanya merunduk berlindung surai rambut
leher kuda yang menerpa-nerpa mukanya karena sambaran angin. Matanya dipicingkan mengintip arah kepala kuda. Seakan dia sedang memPraktekkan teori aerodinamik untuk mengurangi hambatan saat kuda menerobos angin.
”Amazing“ dia membalap tanpa pelana, karena dengan pelana hanya
akan mengganggu kecepatan penyesuaian keseimbangan. Ia reflek mengatur posisi bokong dan badannya terhadap kemiringan punggung kuda, utamanya
saat kuda membuat loop membelok.
Lihat perubahan posisi badan Valentino Roosi diatas sadel saat
membuat loop di tikungan pada lomba GP internasional.
Gerakan ini menjadi pelengkap penting saat menarik sediki tali
kekang menggeser track menyalip atau ingin
menutup laju kuda dibelakangnya.
Bokong joki merasakan diulur-tarik seiring dengan gerak kedua kaki depan kuda yang hampir bersamaan diangkat dan kedua kaki belakang serempak menjejak tanah melompat ke udara. Kecepatan kuda, taktik bokong, terpaan angin dan sambaran surai
diwajah, belum lagi sorak sorai penonton semua itu sungguh mencipta sensasi yang
luar biasa bagi joki saat di punggung kuda dengan kecepatan 45 km per
jam. Ingat kecepatan tertinggi kuda balap kelas dunia ada yang mencapai 88 km per jam.
Joki kecil itu kadang sedikit menegakkan badannya dengan berirama
memukul pinggul kuda dengan cemeti pendek berujung kulit
berlipat. Dengan tanpa bermaksud menyakiti
tunggangannya ia memberi perintah agar mempercepat larinya untuk mendahului lawanlawannya.
Sebenarnya tidak ada kuda balap yang malas. Begitu start dia maunya menang sendiri.
Untuk merekatkan badannya dipunggung kuda ia hanya sedikit mengepitkan kedua paha di bagian
depan punggung bukan kepitan telapak
kakinya di perut kuda.
Pelana kuda atau sanggurdi hanya digunakan saat balap tingkat daerah atau nasional/ internasional. Posisi joki pun biasanya berdiri merunduk
bertumpu pada pijakan kaki di kanan dan kiri sanggurdi. Diwaktu
libur dan jalanan sepi aku sering membalapkan kudaku di jalan kecamatan yang diapit persawahan luas
dari ujung desa tetangga ke mulut desaku
yang berjarak hampir 1 km. Pernah juga aku diperbolehkan menjajal trak
di Ambal. Sensasi dipunggung kuda saat ada kecepatan dalam kesepian. Hanya ada detak kaki kuda saja. Saat itu aku masih di bangku SMPN Kebumen.
NGEBUT DIATAS RERIMBUNAN POHON DI
KOTA BANDUNG.
(Part two dari 3)
Lalu .... setelah aku dewasa apakah sensasi yang aku rasakan saat “cruising”
ngebut dengan helikopter mungil BO 105
berbaling-baling 4, dengan suara
yang nyaring terbang lurus dengan kecepatan 165 km /per jam? Kecepatan maksimum helikopter BO 105 buatan IPTN ini dengan lisensi dari Messerschmitt-Bolkow-Blohn bisa mencapai 242
km/jam.
Setelah terbang dengan berbagai mode, dari hovering yang sedikit menegangkap saat pilot mempertahankan ketinggian
yang tetap, kemudian diving maupun
membuat loop serta cruising untuk merekam vibrasi pada boom kosong yang nantinya akan dipasangi roket atau senjata, kami berdua pulang menuju Lanud
Husein S, setelah mendapat release dari
tower Husein diperbolehkan mendarat.
Saat itulah pikiran tidak dibebani lagi untuk “meng-operate”
instrumen dipangkuanku dan mencatat peak penunjukan dua instrumen di kiri
dan kanan pahaku, kami ngebut diatas rerimbunan pohon di diatas Bandung utara.
Saat mengebut sejajar diatas jalan yang lurus ,seakan aku berpacu
dengan mobil-mobil yang melaju searah nampak hanya sebesar korek api. Kami terbang bagaikan diatas gang
kecil yang diapit pohon nan rimbun Aku
tidak tahu hiruk pikuk apa dibawah sana. Maunya hanya mendarat-mendarat dan istirahat, nanti mulai
lagi satu sorties lagi. Ngebut diatas pohon dengan fikiran tak terbebani kemudian menyusuri landasan yang memanjang dan mendarat disisi selatan ujung barat landasan, berdua turun untuk istirahat sejenak. Oh ya, diatas kota kami tidak boleh latihan dengan dipasangi senjata
apapun. Nanti saja di pinggir pantai Pameungpeuk dekat pantai Pangandaran, dimana di saat kami menembakkan
roket kesasaran sebagai latihan
keharmonisan antara penyetelan “ alat bidik” versus ketepatan hasil tembakan roket ke
sasaran. Sepi dan tegang yang diatas
seru yang dibawah itu sensasi yang satu lagi.
SENSASI MENUNGGANG KUDA BALAP vs. NGEBUT DENGAN HELI
(Part three dari 3)
SEDIKIT MENUKIK... HITUNG MUNDUR -3 2 1 GO... BERSAMAAN TOMBOL START AKU TEKAN.
Lain lagi sensasi saat terbang cepat membentuk sudut menurun 20 derajat dari jarak mendatar 1000 m
dan ketinggian tertentu. Saat ada aba-aba siap relase dari bawah tanganku
cepat mempersiapkan posisi on
ketiga instrumen,mata melirik sejenak
keatas pada instrumen penunjukan “sikap pesawat” sambil membuat hitungan mundur 3,2,1....,go...
relese penembakan roket ka arah sasaran tabir 6x6 meter. Bersamaan dengan”go”
itu aku menghidupan high speed recorder hanya dalam 3 detik segera kumatikan . Tangan segera mencatat penunjukan puncak 2 instrumen yang berada di
sisi kanan dan kiri
pahaku.
Kalau roket tepat kena sasaran rasanya lega sekali, lalu membuat loop keatas atau kesamping menghindari kalau
terjadi recoset dari hulu roket manakala membentur benda keras. Saat membuat
loop melesat ke kiri aku melirik pasir laut Pameungkpeuk.
Kesibukan mata, telinga dan tangan serta ketegangan,
kecemasan atau kegembiraan itulah sensasi
yang kurasakan.
Bila hasil tembakan terjadi under shoot atau over shoot terhadap sasaran atau bisa juga melenceng kesampin , kami
berfikir apa atau siapa yang salah? Aku
menatap MR Summer test pilot
disampingku ingin tahu reaksi mimik wajahnya manakala gagal. Kami bercakap-cakap sambil menuju tempat
pendaratan. Itulah bedanya
dua sensasi menunggang kuda dan sensasi diatas
helikopter. Kami mendarat untuk
naik lagi setelah roket atau senjata disiapkan.
Bisa 4 sorties dalam sehari, kami tetap siap dan tetap semangat. It’s been a hard days........ and when night it’s come, I’ll be sleeping, siap tugas besok pagi.
Manakala pulang ke Bandung tugasku masih panjang
bersama rekan-rekan menganalisa dan membuat laporan tertulis respon vibrasi boom heli saat dipakai
menembak dan melihat referensi hasil bidikan. Semuanya untuk
bahan evaluasi bagi para atasan. Go or not to go, andai heli itu dipersenjatai untuk ikut menjaga
NKRI. Itu hak para petinggi. Wassalam.
Post Comment
Posting Komentar